Dunia maya diramaikan petisi cuti bagi seorang ayah untuk kelahiran anak yang ditujukan kepada Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri. Penggagas petisi ini, Ahmad Zaini dan Adi S. Noegroho, beranggapan peran ayah dalam keluarga, terutama dalam tumbuh kembang anak, sangat kurang.Petisi yang dibuat di laman change.org ini diketahui telah mendapat dukungan lebih dari 13.299 prang.Dilansir dari change.org, Selasa 21 Juni 2016, keduanya melihat maraknya perilaku penyimpangan dan kejahatan seksual, serta aksi bullying yang terjadi pada anak-anak, terjadi karena kurangnya peran seorang ayah.”Ayah ada secara fisik, tapi ayah tidak berbicara dengan anaknya dengan emosi. Ayah ada tapi tidak menyapa anaknya secara spiritual. Padahal sebetulnya ayah banyak fungsinya dan tak tergantikan,” kata Zaini dan Noegroho.
Zaini dan Noegroho mengatakan hasil riset dan pendapat ahli menyebut peran ayah sangat penting dalam membentuk karakter anak. Anak memerlukan panutan perilaku maskulin dari ayahnya dan menjadi contoh sosok yang mampu mengendalikan emosinya. Untuk anak perempuan, sosok ayah ini diperlukan untuk bekal kemampuannya menghadapi lawan jenis dan pasangannya nanti. Bahkan, sosok ayah sangat diperlukan saat bayi baru lahir.
“Menghadirkan ayah dalam pola pengasuhan menjadi sangat penting bahkan sejak dini, sejak anak baru saja lahir,” kata keduanya.
Namun, ujar Zaini dan Noegroho, Indonesia belum melihat seorang ayah berperan penting dalam pengasuhan anak. Unsur budaya yang memposisikan ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai pengasuh anak, menjadikan peran ayah sangat minim dalam pengasuhan anak. Untuk itulah mereka, penggagas ayahada.com, meminta pemerintah untuk memberikan cuti bagi ayah untuk kelahiran anaknya. Tujuannya adalah membangun kedekatan emosional dengan anak mereka.
Zaini dan Noegroho mengatakan negara-negara Eropa sudah lama menerakan cuti tersebut. Misalnya, Belgia memberikan cuti dibayar hingga 4 bulan dan Perancis yang memberikan cuti tak dibayar selama dua tahun. Beberapa negara di Asia jgua menerapkan cuti tersebut. Australia memberikan jatah untuk kedua orang tua tanpa dibayar selama 52 hari dan Jepang selama 1 tahun.
“Terinspirasi dengan apa yang sudah dilakukan pemerintahan negara-negara lain, kami memohon agar negara hadir dengan memberikan paternity leave. Cuti buat ayah saat istrinya melahirkan. Untuk memberikan kesempatan ayah membangun ikatan emosial dan kedekatan sejak dini dengan sang bayi,” kata mereka.
Selama ini, kata Zaini dan Noegroho, kaum ayah terpaksa menghabiskan cuti tahunan atau rela bolos tanpa digaji untuk menemani istri dan anak mereka yang baru lahir. Memang, dalam Undang-Undang Ketenangakerjaa, pekerja laki-laki, jika istrinya melahirkan, diberikan cuti selama dua hari. Tapi, jumlah itu dirasa kurang, bahkan ada juga perusahaan yang tidak memberikan cuti tersebut.
“Kami meminta pemerintah secara resmi memberikan cuti ayah untuk kelahiran anak (paternity leave) minimal 2 minggu,” kata mereka.
Zaini dan Noegroho mengatakan aturan khusus yang tidak sekedar memberikan hak pekerja untuk istirahat dua hari, tapi juga menegaskan kewajiban pemberi kerja untuk memberi cuti resmi dan dibayar yang menjadi hak pekerjanya.
“Kami, yang membuat dan mendukung petisi ini menginginkan negara ini maju. Maju karena anak-anak kita menjadi generasi yang berkualitas. Kami percaya bahwa Ibu dan Bapak yang saat ini punya kuasa mengubah aturan dan menentukan jalan negara ini punya mimpi yang sama,” kata mereka.