Pelatihan Rumah Sakit | Diklat Rumah Sakit –Travelling atau melakukan perjalanan untuk tujuan wisata saat ini tampaknya sudah mulai menjadi bagian dari gaya hidup sebagian kalangan masyarakat. Beragam wisata pun bermunculan seusai tujuan yang dilakukan para pelaku traveling seperti wisata belanja, wisata budaya hingga wisata medis. Pariwisata medis telah tumbuh secara signifikan dalam 10 sampai 15 tahun terakhir, terutama di negara-negara berkembang. Singapura merupakan salah satu negara di Asia yang menjadi destinasi wisata medis populer di kawasan ini. Bagi masyarakat Indonesia, salah satu tujuan wisata medis yang paling populer adalah Mount Elizabeth Hospitals. Rumah sakit di bawah naungan Parkway Hospitals Singapore ini memiliki dua cabang yakni Mount Elizabeth Orchard & Mount Elizabeth Novena.
Sejumlah warga Indonesia bersedia terbang ke Singapura untuk mendapatkan pengobatan medis di rumah sakit ini. Tak jarang dari mereka melakukan melakukan wisata medis sekaligus wisata belanja.
Salah satu warga Solo, Yayuk Listyowati, 35, sengaja menyempatkan waktu untuk ke Rumah Sakit Mount Elizabeth guna melakukan operasi lasik mata. Lasik mata adalah suatu prosedur atau tindakan dengan tujuan memperbaiki kelainan refraksi pada mata. Dengan tindakan lasik ini penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak.
“Mata adalah salah satu panca indera yang sangat penting yang harus dijaga dan diperhatikan. Oleh karena ini saya ingin merawat mata saya dengan penanganan yang baik,” ujar Yayuk kepada Espos, Selasa (28/10). Yayuk mengaku sebelumnya dia memiliki masalah dengan matanya yang minus satu dan silinder. Hal itu membuatnya harus memakai kacamata.
“Apalagi kalau mata silinder untuk melihat objek biasanya membayang dan membuat pusing,” ujar warga Sumber, Nusukan, Solo tersebut.
Makanya dia memutuskan untuk melakukan lasik ke Mount Elizabeth. Sebelum memutuskan ke rumah sakit tersebut, Yayuk mengaku sudah mengumpulkan informasi terkait lasik di sejumlah rumah sakit di Indonesia, terutama di Jakarta. Namun, akhirnya dia memutuskan melakukan lasik mata ke Mount Elizabeth dengan pertimbangan ingin mendapatkan penanganan yang bagus dan cepat.
“Di Mount Elizabeth penanganannya sangat bagus dan cepat. Saya tidak perlu menunggu lama. Mulai dari daftar hingga penanganan dilakukan sangat cepat dan profesional. Sekitar 15 menit lah semua sudah selesai,” jelas Yayuk.
Meningkat
Sesaat setelah selesai mendapatkan penanganan lasik, Yayuk merasakan seperti ada sesuatu yang mengganjal di kedua kelopak matanya. Namun, hal itu hanya berlangsung selama kurang lebih empat jam. Dia pun melanjutkan jalan-jalan ke salah pusat perbelanjaan di Singapura tanpa mengenakan kacamata lagi.
Terkait biaya, Yayuk mengaku mengeluarkan sedikitnya S$4.200 atau sekitar Rp39 juta. Biaya itu sekitar dua atau tiga kali lipat lebih mahal dibanding biaya lasik di Jakarta. Namun, Yayuk mengatakan biaya tersebut sepadan dengan hasil yang dia rasakan.
Menurut Ny. Pratanto, dari kantor Parkway di Jakarta, sampai saat ini jumlah pasien Indonesia yang melakukan perawatan medis di Singapura mencapai kurang lebih 600.000 orang.
Dari jumlah tersebut, pasien Indonesia yang mencari pelayanan medis di rumah sakit jaringan Parkway terkait dengan masalah keluhan jantung, pencernaan, kanker dan tulang.
Hal itu juga dibenarkan oleh Chief Operating Officer Mount Elizabeth, Shook Yee Choy yang mengatakan pasien dari Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
“Saya tidak tahu persis jumlah pasien dari Indonesia. Namun ada kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu. Mereka juga punya beragam maksud perawatan,” jelas Shook Yee di sela-sela seminar Annual Medical Seminar Mount Elizabeth Hospitals, di Singapura, Jumat (24/10).
Sementara itu, Chief Executive Officer Mount Elizabeth Hospitals Singapore, Dr. Kelvin Loh, menjelaskan pihaknya memiliki strategi yang telah diterapkan untuk menarik lebih banyak pasien dari luar Singapura termasuk Indonesia.
“Kami percaya pada diagnosis dini dan pengobatan yang efektif dari awal. Untuk itu, kami sangat ketat dan serius memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Kami tidak mendaur ulang atau menggunakan kembali peralatan medis. Sistem transfusi darah kami mengacu dan setara dengan sistem terbaik di dunia, “ jelas Kelvin Loh.