Pelatianak menulishan Tumbuh Kembang Anak

SEBUAH perdebatan dimulai saat otoritas pendidikan nasional di Finlandia berencana menghapuskan pelajaran menulis halus bagi siswa sekolah dasar. Mereka menyatakan bahwa perubahan refleks tentang kemampuan mengetik saat ini lebih relevan daripada menulis tangan. Daily Mail mengungkapkan hasil penelitian bahwa anak-anak berusia lebih dari delapan tahun saat ini lebih cepat mengetik ketimbang menulis.Para ahli yang setuju mendasarkannya atas teori teori automaticity. ’’Kuncinya bukan kualitas bentuk dan tipe tulisan, tapi lebih ke automaticity,’’ kata Musty Adoniou, senior lecture in language, literacy, & TESL Universitas Canberra. Semua orang sepakat bahwa setiap orang minimal bisa mengangkat pensil dan menulis pesan yang dimengerti orang lain. Jadi, kuncinya adalah pesan itu sampai atau tidak.

Berdasar teori automaticity, makin sedikit seseorang berkonsentrasi untuk membentuk huruf-huruf dengan benar, makin banyak ruang di otak yang tersisa. Tentu saja, ruang tersebut dapat dialihkan untuk menangkap dan mencerna pesan dengan baik. Teori tersebut tidak salah. Tetapi, menurut para ahli yang kontra, teori itu tidak bisa diterapkan sepenuhnya kepada anak-anak.

Yang penting dalam melanjutkan pelajaran menulis halus, menurut para ahli, adalah tidak menghapus kebiasaan menulis tangan di sekolah sepenuhnya. Sebab, menulis tangan memiliki banyak sekali manfaat untuk perkembangan otak anak-anak, baik secara fisik maupun mental.

Aniva Kartika SPsi MA, seorang psikolog pendidikan, menegaskan bahwa menulis tangan sangat dibutuhkan dalam tumbuh kembang seorang anak. ’’Pertama, ini melatih cara kerja otak dalam mengodekan huruf bahwa huruf tertentu bunyinya ini dan bentuknya begini. Anak mengingat dengan gerakan, bunyi, dan visual. Sangat berbeda dengan mengetik,’’ terangnya.

Memori tentang sesuatu makin menancap dengan menulis tangan. Itulah yang sudah banyak dibuktikan dalam hasil riset. ’’Ada kelompok yang disuruh mengetik dan ada yang disuruh menulis tangan. Kelompok kedualah yang berhasil mengingat dengan baik,’’ ujar Aniva.

Meski anak-anak berbeda tipe, baik kinestetis, auditori, maupun visual, proses belajar akan lebih maksimal jika ditempuh dengan berbagai jalur. Dengan menulis, anak-anak dilatih motorik dan keterampilan visual. Ada koordinasi mata dan tangan, kesadaran spasial, ketangkasan tangan dan jari, serta fungsi kognitif dan perkembangan otak yang ditingkatkan.

Selanjutnya, berdasar hasil riset yang diungkapkan Aniva, ada korelasi antara menulis tangan dan kemunculan ide-ide baru. ’’Ternyata, dengan menulis itu, ada aktivasi neuron-neuron yang lebih banyak untuk menstimulus ide-ide baru,’’ tutur dosen di Universitas Surabaya tersebut. Hasil riset itu adalah temuan Indiana University yang dirilis Daily Mail setelah mereka menguji dan melakukan scan MRI anak berusia lima tahun yang diberi tugas menulis tangan.

Natalia SPsi MM menambahkan, menulis tangan juga berfungsi untuk melatih ketahanan seorang anak. Siswa-siswa yang terbiasa dengan memotret papan tulis atau hanya meminta file bahan ajar bisa jadi adalah sebuah bentuk ketidaksabaran. ’’Dalam menulis, ada latihan kesabaran dan ketahanan. Bisa lebih telaten dan teliti. Ini menunjang perkembangan emosional mereka,’’ jelas psikolog yang juga kepala Mawar Sharon Christian School tingkat sekolah dasar tersebut.

Motorik Halus Dulu Baru Menulis

MENULIS tangan memang dianggap sebagai salah satu cara untuk melatih motorik halus. Namun, yang perlu dipahami, menulis merupakan tahap lanjut setelah berbagai latihan motorik halus lainnya dilakukan. ’’Sebelum menulis, ada banyak hal yang harus dirangsang dengan berbagai kegiatan. Misalnya, merobek, meremas, menjumput, mencocok, dan sebagainya. Menulis itu tahap akhir,’’ jelas psikolog Natalia.

Motorik halus meliputi pergelangan tangan hingga ujung jari jemari yang dipersiapkan sejak preschool. ’’Jadi, salah sekali memang jika sejak preschool sudah harus menulis. Padahal, motorik halusnya belum kuat,’’ imbuh Aniva. Kegiatan yang dilakukan bisa berupa merobek kertas, meremas playdough, menjepit, hingga mencocok.

Aniva memberi contoh pendekatan pembelajaran motorik halus yang dikenalkan Maria Montessori dengan kegiatan sehari-hari. ’’Misalnya berpakaian, mengancingkannya saja bisa melatih kecekatan jari jemari. Kemudian, ada teatime untuk melatih kekuatan tangan dan ketepatan agar tidak tercecer,’’ ucapnya. Jika itu saja belum terlatih, memegang pensil dan cara menulisnya pasti masih berantakan. (puz/c14/c20/dos)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *