Pelatihan Rumah Sakit | Diklat pelatihan rumah sakit -Keluhan atas pelayanan kesehatan tidak hanya ditujukan ke rumah sakit milik pemerintah. Di Pamekasan, keluhan serupa ditujukan ke Rumah Sakit (RS) Paru yang statusnya swasta. Pasalnya, rumah sakit tersebut menolak pasien bernama Suhartati (65), warga Jalan Stadion. Keluarga pasien merasa tak terima karena penolakan dilakukan setelah pasien tiba di RS Paru. Itu terjadi pada Selasa (25/11) malam. Saat itu Suhartati yang didiagnosis menderita gangguan kelenjar getah bening dirujuk ke RS Paru oleh RSUD dr Slamet Martodirdjo.Atas rujukan tersebut, pihak keluarga kemudian menghubungi RS Paru untuk memesan kamar. Menurut Agus, salah satu keluarga Suhartati, saat itu pihak RS Paru mengatakan Suhartati mendapat kamar kelas 1 pada antrean kedua. Keluarga pun langsung membawa Suhartati ke RS Paru malam itu juga, sekitar pukul 22.00.
Namun, harapan mendapat pelayanan medis harus pupus. Saat tiba di RS Paru pihak rumah sakit justru menolak Suhartati. Alasannya, kamar yang ada di rumah sakit tersebut dalam kondisi penuh. Pihak keluarga pun harus menelan kekecewaan dan keluar dari RS Paru untuk dibawa ke rumah sakit lain di Pamekasan.
Menurut Agus, jika kamar yang dipesan masih ditempati pasien lain, sebenarnya keluarga mau menunggu sampai kamar bisa ditempati.
”Bukannya malah menuturkan kamar sudah penuh sambil lalu ditolaknya,” tutur Agus dengan nada kecewa dilansir Radar Madura (Grup JPNN.com), Kamis (27/11).
Agus menambahkan, keluarga sangat kecewa kepada pihak RS Paru karena khawatir terjadi sesuatu pada Suhartati. Agus berharap kejadian serupa tidak menimpa pasien lainnya.
”Saya berharap supaya pihak terkait untuk memaksimalkan penanganan kepada seluruh pasien, agar insiden tersebut tidak terjadi kepada pasien selanjutnya,” ungkapnya.
Dikonfirmasi, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi(PPID) RS Paru Sarifudin mengakui adanya pasien rujukan dari RSUD dr Slamet Martodirdjo. Dirinya juga membenarkan jika pasien tersebut telah memesan kamar. Menurut dia, kamar yang dipesan adalah kamar kelas 1 dengan nomor antrean 2.
”Kamar yang dipesan kan masih ada pasien lain. Baru setelah pasien tersebut pindah atau dipulangkan, pasien yang sudah memesan (bisa) masuk,” ucapnya.
Dijelaskan, apa yang dialami Suhartati sebenarnya tidak perlu terjadi. Jika pasien sudah memesan kamar namun kamar masih dalam kondisi penuh, pasien bisa menempati kamar paviliun atau UGD yang kosong. Di tempat itu pasien bisa dirawat.
”Jadi tidak ada ceritanya pihak RS menolak pasien, itu risiko besar Mas,” tegasnya sambil meminta maaf karena kesalahan komunikasi.(c13/fei/jpnn)