Manajemen rumah sakit-Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Aceh (YaPKA), Fahmiwati SE MSi mengatakan, rumah sakit (RS) dapat dituntut apabila dalam pelayanan yang diberikannya merugikan konsumen atau pasien. Namun, pelayanan buruk atau hal merugikan yang dialami pasien di rumah sakit tersebut haruslah dapat dibuktikan dan benar-benar merupakan keadaan yang sebenarnya. Pernyataan itu disampaikan Fahmiwati menjawab Serambi, Senin (3/3), menanggapi laporan eksklusif Serambi kemarin berjudul Apa yang Salah dengan RSUZA? Ia juga mengomentari pengakuan pasien pemegang kartu Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) bernama Yenny Rahmayanti (37) yang tak rela menderita cacat tambahan setelah menjalani operasi bedah tulang pada seorang dokter yang bekerja di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh pada Maret 2013.
“Apabila pernyataan Yenny bisa dibuktikan dan itu yang sebenarnya, berarti telah terjadi malapraktik. Nah, terhadap suatu kejadian yang merugikan pasien selaku konsumen rumah sakit, itu bisa dituntut,” imbuh Fahmiwati.
Dalam kasus yang dialami Yenny, ada indikasi dokter tidak terbuka kepada pasien mengenai obat-obatan dan harga alat yang akan digunakan tanpa kuitansi. “Praktik perdagangan apa yang dilakukan dokter seperti itu? Apabila memang itu benar-benar terjadi, pasien bisa membuka peluang untuk bagaimana cara dia mendapatkan haknya. Hak atas informasi yang seharusnya dia ketahui,” tegasnya.
Fahmiwati menyebutkan bahwa hak konsumen telah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di antaranya hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau jasa yang digunakan, hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Di samping itu ada pula hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Terkait hak konsumen, kata Fahmiwati, kewajiban pelaku usaha juga sudah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen tersebut, tepatnya pada Pasal 7. Di antaranya memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa, serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Selain itu, pelaku usaha diharuskan melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, memberi kompensasi, ganti rugi, atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
“Pelayanan itu haknya konsumen, walaupun pasien menggunakan kartu JKA maupun Askes,” imbuhnya.
Fahmiwati mengatakan, Februari lalu ia menerima pengaduan dari pasien asal Aceh Barat Daya yang berobat ke RS untuk operasi kaki. Namun, pasien tersebut harus mencari sendiri kamarnya, kemudian ia tidak langsung ditangani, melainkan harus kembali seminggu kemudian. Menurut Fahmiwati, keluhan-keluhan pasien seperti itu secara keseluruhan kerap dilaporkan kepadanya, selain keluhan terkait antrean pasien di RS. “Namun pasien sekadar berkeluh kesah saja, tidak melakukan pengaduan resmi sehingga tidak bisa dilanjutkan,” ujarnya.
Menurut Fahmiwati, keluhan konsumen/pasien memang banyak yang sampai ke pihaknya. “Tapi apabila kita mau membela haknya, mereka justru kurang berani dengan berbagai alasan. Nah, itu kelemahan dari mayoritas pasien,” katanya sembari menambahkan, apabila konsumen melakukan pengaduan ada syarat-syaratnya. Ada bukti yang diadukan, tanggal, dokter, dan tempat kejadian supaya proses penyelidikan ini benar-benar punya hasil yang signifikan untuk dibela/diadvokasi.
Sementara itu, seorang mantan pasien RSUZA Banda Aceh, Sahari Ganie menyarankan sebaiknya dibuat counter khusus customer service di RSUZA supaya pasien bisa komplain (menyampaikan keluhan) langsung. “Tapi unit tersebut kerjanya harus benar-benar profesional, independen, dan transparan,” kata Dosen Luar Biasa FISIP Unsyiah ini.
Usul Sahari Ganie itu ditanggapi positif oleh Direktur RSUZA, Dr dr Syahrul SpS(K). Malah sebelum usul itu diutarakan Sahari, manajemen RSUZA memang sedang dalam fase persiapan sumber daya manusia (SDM) yang cocok, juga sedang dipersiapkan tempat komplain yang strategis. “Mudah-mudan dalam bulan ini bisa terealisasi,” kata Syahrul menjawab Serambi.
Terhadap laporan eksklusif Serambi kemarin, Syahrul menanggapinya positif sekaligus menjadi introspeksi dan motivasi bagi seluruh pihak di RSUZA. “Mudahan-mudahan semua kami dapat terus berbuat, memberi pelayanan kepada masyarakat secara baik, berkualitas, dan cepat dengan kompetensi yang profesional,” demikian Syahrul.